Rabu, 28 Agustus 2013

PTK Jigsaw


Meningkatan Hasil Belajar Operasi Hitung Pecahan 
dengan Model  Kooperatif Tipe Jigsaw
Berbantuan Media Kartu Pecahan  Siswa Kelas V SD

A.    Latar Belakang
Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Oleh karena itu, hampir semua negara menempatkan variabel pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Begitu juga Indonesia menempatkan pendidikan sebagai suatu yang penting dan utama. Hal ini dapat dilihat dari isi pembukaan UUD 1945 alenia IV yang menegaskan bahwa salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Di dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) N0. 20 Tahun    2003 BAB I Pasal 1 Ayat 20 dinyatakan pembelajaran adalah proses  interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.(Depdiknas , 2003  : 4)
 Pembelajaran merupakan kegiatan yang bertujuan melibatkan aktivitas siswa dan aktivitas guru. Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah guru. Guru dalam konteks pendidikan mempunyai peranan yang besar dan strategis. Hal ini disebabkan gurulah yang berada dibarisan terdepan dalam pelaksanaan pendidikan. Gurulah yang langsung berhadapan dengan peserta didik untuk mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi sekaligus mendidik dengan nilai-nilai positif melalui bimbingan dan keteladanan.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen yaitu BAB I mengenai ketentuan umum pasal I ayat I yang berbunyi guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan mendidikan menengah.
Guru sebagai tenaga pendidik sudah menjadi kewajibannya untuk memberikan atau mentranfer ilmu kepada peserta didik. Guru mentransfer ilmu kepada peserta didik dengan menggunakan strategi, media, pendekatan, model atau metode agar proses pembelajaran tidak membosankan.
Dalam proses belajar mengajar di kelas, seorang guru mempunyai rencana pembelajaran yang ingin disampaikan agar  tujuan pembelajaran tersebut dapat  dicapai. Keinginan yang diharapkan oleh guru diantaranya siswa aktif dalam pembelajaran yang dilaksanakan di kelas. Mata pelajaran yang dianggap sulit oleh siswa perlu di bantu guru dengan menggunakan strategi, media, pendekatan, model atau metode agar siswa dapat merespon dengan baik. Apabila siswa diminta menyelesaikan pengerjaan hitung pecahan, siswa selalu mengalami kesulitan, terutama  mengubah pecahan biasa, pecahan campuran, pecahan  desimal dan  bentuk persen, dengan tepat.
Dari berbagai permasalahan yang terjadi di dalam kelas siswa  terlihat pasif dan bingung ketika diberi tugas untuk menyelesaikan pengerjaan hitung pecahan, walaupun berkali-kali dijelaskan. Apabila diberi kesempatan bertanya untuk hal yang belum dipahami mereka sering diam , terkesan bingung.  Bila diminta menyelesaikan soal pengerjaan hitung pecahan selalu melakukan  kesalahan. Ada beberapa siswa yang tidak bisa memahami materi pelajaran justru bermain dengan teman sebangku.
Penyebab terjadinya masalah tersebut dikarenakan siswa tidak mendapatkan pemahaman konsep yang tepat tentang pecahan senilai. Kurangnya latihan yang diberikan untuk membuat siswa terampil.  Tidak dikondisikannya siswa untuk mengenal pecahan senilai. Jika ada tes untuk menyelesaikan pengerjaan hitung pecahan rata-rata nilainya rendah, tidak sesuai dengan apa yang diharapkan guru. Cara mengajar guru belum banyak variasi. Keterlambatan guru masuk kelas. Kebiasaan belajar siswa yang tidak terkondisi dengan baik.  Metode belajar yang masih kurang menyenangkan (ceramah, penugasan). Strategi belajar yang kurang tepat setiap materi pelajaran.
Masalah yang dihadapi siswa sangat kompleks, dimana siswa sudah terbiasa dengan keadaan disiplin sekolah yang tidak maksimal seperti (guru yang terlambat masuk kelas, kehabisan waktu untuk membahas materi pelajaran  yang belum tuntas, dll). Siswa tidak bisa melanjutkan kemateri berikutnya seperti menyelesaikan pengerjaan hitung pecahan (penjumlahan dan pengurangan pecahan). Siswa tidak bisa mengikuti perkembangan selanjutnya seperti menggunakan pecahan dalam masalah perbandingan dan skala. Hasil belajar siswa tidak tidak akan meningkat.  Cara berfikir siswa tidak dapat berkembang dengan baik.  Banyak siswa yang tidak senang dengan pelajaran tertentu (khususnya matematika).  Siswa akan bosan berada di kelas. Siswa akan mencari cara sendiri untuk tetap bisa berada dikelas, tetapi tidak memperhatikan pelajaran (bercanda, bermain disaat guru tidak terfokus, lambat dalam mengerjakan tugas yang diberikan, cenderung seadanya yang penting selesai dll).
Guru perlu mengkondisikan siswa untuk sering melatih siswa dengan bermacam-macam latihan. Mencari variasi mengajar seperti membuatkan kartu pecahan.  Mencari model belajar yang tepat sehingga siswa senang berada di kelas. Melakukan bimbingan kepada siswa yang bosan dengan pelajaran matematika.
Muhammad Yusri Zani, S.Pd. (Guru Matematika SDN Antasan Besar 7 Banjarmasin), 2009. Melaporkan penelitian “Permainan Mencari Harta Karun, Sebuah Alternatif Model Pembelajaran di Luar Kelas Sebagai Upaya Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SDN Antasan Besar 7 Banjarmasin”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa :
1. Minat Belajar matematika siswa meningkat cukup signifikan. Berdasarkan hasil pengamatan mitra kolaborasi terjadi peningkatan kuantitas siswa yang melakukan aktivitas positif sebagai indikator minat siswa (Jumlah siswa bertanya, siswa aktif, siswa mengerjakan tugas, menyelesaikan soal tes, dan memperhatikan pelajaran). Berdasarkan hasil angket siswa juga tampak peningkatan minat belajar siswa.
2. Hasil belajar matematika siswa juga mengalami peningkatan, yaitu dari 6,61 pada siklus 1 menjadi 7,93 pada siklus 2 atau naik 19,97 %.
Atas dasar pertimbangan inilah maka perlu dilaksanakan penelitian untuk “Meningkatan Hasil Belajar Operasi Hitung Pecahan dengan Model Kooperatif Tipe Jigsaw Berbantuan Media Kartu Pecahan Siswa Kelas V SDN Jilatan Kecamatan Batu Ampar Kabupaten Tanah Laut Tahun Pelajaran 2009/2010.

B.     Identifikasi Masalah
                   Masalah dalam penelitian ini diidentifikasi sebagai berikut :
1.          Siswa kurang aktif dalam proses kegiatan belajar mengajar.
2.           kemampuan siswa dalam menerapkan pengalaman belajar yang telah diterimanya masih kurang.
3.          Pemahaman siswa terhadap konsep pecahan masih rendah
4.          Metode dan pendekatan yang digunakan kurang sesuai dengan karateristik materi yang diajarkan.

C.    Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan saya lakukan adalah bagaimana siswa dapat meningkatkan hasil belajar operasi hitung pecahan dengan baik.
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan diatas , masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Apakah Model Kooperatif  Tipe Jigsaw berbantuan Media Kartu Pecahan  dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam menyelesaikan pengerjaan hitung pecahan dengan tepat pada siswa kelas V SD Negeri Jilatan ?
2.      Bagaimana kualitas pembelajaran pecahan dengan menggunakan  Model Kooperatif  Tipe Jigsaw berbantuan Media Kartu Pecahan  ?
3.      Bagaimana respon siswa setelah belajar dengan menggunakan Model Kooperatif  Tipe Jigsaw berbantuan Media Kartu Pecahan  ?

D.    Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah jika guru mengajar dengan menggunakan media kartu pecahan pada materi pecahan  maka pemahaman siswa kelas V SDN Jilatan akan lebih optimal.

E.     Tujuan Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas  ini bertujuan:
1.      Untuk mengetahui peningkatan  minat belajar matematika siswa setelah diberikan pelajaran melalui Model Kooperatif  Tipe Jigsaw berbantuan Media Kartu Pecahan  
2.      Untuk mengetahui peningkatan  hasil belajar  matematika siswa setelah diberikan pelajaran melalui Model Kooperatif  Tipe Jigsaw berbantuan Media Kartu Pecahan  
3.      Untuk mengetahui proses pembelajaran Model Kooperatif  Tipe Jigsaw berbantuan Media Kartu Pecahan  
F.     Untuk mengetahui respon siswa setelah menggunakan Model Kooperatif  Tipe Jigsaw berbantuan Media Kartu Pecahan  
G.    Manfaat Penelitian
Saya berharap PTK ini dapat bermanfaat bagi beberapa fihak diantaranya :
  1. Bagi siswa    
 Dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar matematika siswa agar mereka tidak menjauhi dan membenci matematika.
Lebih paham tentang materi pecahan sehingga dapat dengan                    mudah menyelesaikan pengerjaan hitung pecahan .  Bisa lebih aktif mengikuti pelajaran terutama pada pelajaran matematika.                        Membantu siswa lebih mudah dalam mengenali pecahan senilai.
Memberikan pembelajaran yang bermakna, melatih anak didik berpikir kritis, membangun pemahaman  oleh diri sendiri, membina kerjasama, membekali pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari.

  1. Bagi Guru    
Hasil penelitian ini dapat membantu guru menemukan media dan model pembelajaran yang tepat untuk mengenali pecahan senilai. Dapat meningkatkan kompetensinya dalam memilih media dan model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses belajar mengajar.
Sebagai bahan informasi dan kajian untuk meningkatkan kompetensi dan kreatifitas guru dan sebagai salah satu model belajar alternatif untuk memecahkan kebekuan cara mengajar yang monoton dan menjemukan bagi siswa.
  1. Bagi sekolah
Sebagai bahan untuk mengusahakan perbaikan dan peningkatan pembelajaran di sekolah.  Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.   Sebagai bahan koleksi perpustakaan

H.    Kerangka Teori
1.      Pembelajaran Matematika di SD
Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran dari suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya yang sudah diterima, sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat kuat dan jelas serta konsisten (Depdiknas, 2004).
Namun demikian, pembelajaran dan pemahaman konsep matematika dapat diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi. Proses induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep matematika. Kegiatan dimulai dengan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat yang muncul (sebagai gejala), memperkirakan hasil baru yang diharapkan, yang kemudian dibuktikan secara deduktif. Dengan demikian, cara belajar induktif dan deduktif dapat digunakan dan sama-sama berperan penting dalam mempelajari matematika. Penerapan cara kerja matematika diharapkan dapat membentuk sikap kritis, kreatif, jujur dan komunikatif pada siswa.
Pendekatan dan strategi pembelajaran matematika hendaknya mengikuti kaidah pedagogik secara umum, yaitu pembelajaran diawali dari kongkrit ke abstrak, dari sederhana ke kompleks, dan dari mudak ke sulit.
Matematika merupakan mata pelajaran yang dipelajari oleh semua siswa dari SD hingga SMA bahkan sampai di perguruan tinggi. Menurut Cornelus seperti dikutip I Wayan Surata dalam makalahnya (2006) mengatakan bahwa ada banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika, yaitu: (1) merupakan sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap pengembangan budaya.
Mengingat begitu pentingnya matematika di sekolah seperti yang disebutkan di atas, diperlukan suatu strategi yang tepat dalam pembelajaran agar tujuan yang diharapkan dapat dicapai sesuai yang  diinginkan.
Seyogyanya, matematika merupakan salah satu pelajaran yang  digemari oleh siswa terkait dengan kegunaannya. Kenyataannya, keluhan dan kekecewaan terhadap hasil yang dicapai siswa dalam matematika hingga kini masih sering diungkapkan. Umumnya siswa mengatakan matematika merupakan pelajaran yang sulit dan membosankan, tidak menarik, dan bahkan penuh misteri. Ini disebabkan karena pelajaran matematika dirasakan sukar, gersang, dan tidak tampak kaitannya dengan kehidupan sehari-hari (Mohamad Soleh dalam I Wayan Surata ; Makalah ; 2006)
Tampaknya masih ada kesenjangan yang cukup besar antara apa yang diharapkan dalam belajar matematika dengan kenyataan yang dicapai. Hal ini menjadi dilema bagi para pendidik dan para ahli, karena di satu pihak matematika itu sangat dibutuhkan untuk meningkatkan daya nalar dan dapat melatih siswa agar mampu berpikir logis, kritis, sistematis, dan kreatif. Di pihak lain banyak siswa tidak menyenangi matematika.
Pembelajaran matematika oleh sekolah di Indonesia sejauh ini masih didominasi oleh pembelajaran konvensional dengan paradigma mengajarnya. Siswa diposisikan sebagai obyek, siswa dianggap tidak tahu atau belum tahu apa-apa, sementara guru memposisikan diri sebagai yang mempunyai pengetahuan. Guru ceramah dan menggurui, otoritas tertinggi adalah guru. Penekanan yang berlebihan pada isi dan materi diajarkan secara terpisah-pisah. Materi pembelajaran matematika diberikan dalam bentuk jadi. Dan, semua itu terbukti tidak berhasil membuat siswa memahami dengan baik apa yang mereka pelajari.
Penguasaan dan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika lemah karena tidak mendalam. Akibatnya, prestasi belajar matematika siswa rendah. Hampir setiap tahun matematika dianggap sebagai batu sandungan bagi kelulusan sebagian besar siswa. Selain itu, pengetahuan yang diterima siswa secara pasif menjadikan matematika tidak bermakna bagi siswa.
Menurut Marpaung (HJ Sriyanto, Kompas), paradigma mengajar seperti di atas tidak dapat lagi dipertahankan dalam pembelajaran matematika di sekolah. Sudah saatnya paradigma mengajar diganti dengan paradigma belajar. Paradigma belajar ini sejalan dengan teori konstruktivisme. Dalam paradigma belajar, siswa diposisikan sebagai subyek. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, tapi suatu proses yang harus digeluti, dipikirkan, dan dikonstruksi siswa, tidak dapat ditransfer kepada mereka yang hanya menerima secara pasif.
Karakteristik belajar anak usia Sekolah Dasar pada umumnya ( usia 6-12 tahun ) sedang berada pada masa berpikir konkrit, disamping itu anak suka melakukan sendiri, mereka mudah mengingat sesuatu dengan bermain, maupun bernyayi.
Menurut Jean Pieget dalam Sumantri dan Syaodih (2008 : 2.12)” perkembangan kognitif anak usia 5 sampai 11 tahun adalah tahap operasi konkrit yaitu  tahapan dimana anak berpikir secara logis mengenali sesuatu”.         Anak-anak pada tahapan operasi konkret lebih bersikap kritis mereka lebih banyak mempertimbangkan suatu situasi daripada hanya memfokuskan pada suatu asfek , sebagaimana yang mereka lakukan pada praoperasional. Pada tahap ini cara berpikir mereka masih terikat pada kenyataan yang terjadi sekarang atau terikat pada kenyataan yang sedang dihadapi saja.
Tujuan pengajaran akan dapat tercapai jika anak didik berusaha secara aktif  untuk mencapainya.  Keaktifan anak didik tidak hanya dituntut dari segi fisik tetapi juga dari segi kejiwaan (Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain, 2006 :38)
Pada tahap awal, untuk mengungkapkan penyebab timbulnya masalah di kelas di mulai dari penelitian dalam bentuk penelitian tindakan terhadap prilaku guru melaksanakan tugasnya di kelas. Alasan yang mendukung diambilnya keputusan untuk melakukan penelitian terhadap guru karena berdasarkan hasil penelitian bahwa keberhasilan pendidikan formal di sekolah 60% disebabkan oleh guru. Suriansyah (2002:21).
Pembelajaran yang baik hendaknya dapat menimbulkan interaksi yang mendorong perilaku belajar siswa.  Mengajar yang dilaksanakan guru pada dasarnya adalah usaha untuk menciptakan kondisi atau system lingkungan, sehingga mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar (Udin S. Winataputra, 1998 : 63).

2.      Minat dan Hasil Belajar Matematika
Minat diartikan sebagai keinginan, kesukaan (Djaka P.). Sedangkan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, minat dalah perhatian; kesukaan (kecenderungan hati) kepada sesuatu; keinginan (Poerwadarminta; 1976).
Minat mempunyai kaitan yang erat dengan motivasi belajar. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut. Karenanya, bahan-bahan pelajaran yang disajikan serta cara penyajiannya dalam pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan minat siswa dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat (Dimyati dan Mudjiono; 2002).
Dengan demikian, siswa yang menyukai matematika akan senang belajar matematika dan terdorong untuk belajar lebih giat. Demikian pula sebaliknya. Karena itu adalah kewajiban bagi seorang guru untuk menanamkan sikap positif pada diri siswa terhadap mata pelajaran yang menjadi tanggungjawabnya.
Minat adalah kecenderungan hati terhadap sesuatu. Karena itu minat seseorang dapat terlihat dari tindakan yang dilakukannya. Beberapa indikator untuk mengetahui minat siswa terhadap mata pelajaran antara lain dapat terlihat pada : (1) Perhatian siswa terhadap pelajaran, (2) Keaktifan siswa melaksanakan semua tugas yang diberikan gurunya, (3) Rasa senang saat mengikuti pelajaran, (4) Keterlibatan siswa secara langsung dalam setiap kegiatan saat pembelajaran di kelas, (5) Siswa banyak bertanya saat pelajaran berlangsung, (6) Siswa mengerjakan tugas yang diberikan sampai selesai, (7) Siswa berani mengemukakan pendapat/gagasannya atau mempertanyakan gagasan orang lain, (8) Siswa tidak tegang/rileks selama mengikuti pelajaran, (9) Siswa mempergunakan alat peraga atau media pembelajaran secara optimal, dan (10) Siswa antusias mengikuti pelajaran dari awal hingga akhir.
Hasil belajar menurut Gagner (Dimyati dan Mudjiono; 2002) dihasilkan melalui proses kognitif yang dilakukan siswa. Hasil belajar tersebut terdiri dari informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (Depdikbud) hasil belajar diartikan sebagai hasil yang dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.
Teoh Poh Yew (2004) dalam bukunya Maths The Fun dan Magical Way menggolongkan anak yang sedang belajar matematika menjadi 3 kategori, yaitu :
1.   Kategori A adalah anak yang menyukai matematika, sehingga setiap soal yang diberikan dihadapinya dengan kegembiraan.
2.   Kategori B adalah anak yang tidak menyukai matematika, sehingga setiap mendapatkan soal matematika ia menghadapinya dengan ekspresi murung dan selalu menyampaikan sederet alasan untuk tidak mengerjakannya.
3.   Kategori C adalah anak yang tidak menyukai matematika dan pernah “dihina” oleh guru, orang tua, atau teman-temannya (meskipun mungkin maksud mereka baik). Dia menjadi geram ketika melihat segala sesuatu yang berhubungan dengan matematika meskipun sedikit.
Yang menambah permasalahan adalah orang tua dan guru dari anak-anak dalam kategori B dan C langsung menganggap anak-anak/siswa mereka malas atau kurang pintar. Namun anggapan itu belum tentu benar.
Anak pada kategori A dapat dikatakan memiliki minat yang tinggi terhadap pelajaran matematika sehingga biasanya anak pada kategori ini hasil belajar matematikanya akan tinggi.
Anak pada kategori B dan C minat belajar matematikanya rendah. Ketidak senangannya terhadap matematika menyebabkan minat belajarnya menurun dan dia berusaha secara fisik dan mental menjauhi matematika. Baginya matematika adalah pelajaran yang membosankan dan sulit. Anak pada kategori ini biasanya hasil belajarnya akan cenderung rendah.
Ada beberapa alasan yang bisa membuat anak tidak menyukai tidak berminat mempelajari matematika, yaitu :
1.      Diajarkan dengan cara yang keras dan membosankan di sekolah
2.      Anak sering dihukum dan kadang-kadang dihina di depan teman-teman sebayanya ketika tidak bisa menyelesaikan soal-soal matematika
3.      Anak melihat matematika hanya sebagai halaman-halaman yang penuh angka dan simbol-simbol yang membosankan.
4.      Anak merasa beberapa konsep matematika yang diajarkan di sekolah tidak diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, karena itu mata pelajaran matematika dianggapnya tidak relevan.
5.      Mungkin orang tua telah turut memperlihatkan ketidaksukaan terhadap matematika.

3.      Belajar Sambil Bermain
Karena matematika sering dianggap sulit oleh siswa, maka pembelajaran matematika di kelas haruslah menyenangkan. Pendekatan bermain sangat tepat digunakan dalam pembelajaran matematika.
Miller menyatakan bahwa bermain memberikan kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan dorongan-dorongan kreatifitasnya, kesempatan untuk merasakan objek-objek dan tantangan untuk menemukan sesuatu dengan cara baru. Sedangkan Gardner mengatakan bahwa bermain dapat mengembangkan spectrum kecerdasan anak yang majemuk. Ia menyarankan untuk mengidentifikasi kecerdasan majemuk dengan beragam sarana yang terkait dengan kecerdasan yang ada. Hal ini dapat dilakukan dengan kegiatan bermain (Heryanto; 2004).
Menurut Prof. Dr. Buytendijk dalam bukunya “Het Appel van Mensch en Dier” mengatakan bahwa permainan merupakan pernyataan-pernyataan dalam bentuk kegiatan yang bersumber dari dorongan hidup (Zulkifli; 1992).
Ch. Buhler, seorang pakar psikologi perkembangan membagi masa perkembangan anak dan pemuda menjadi 5 masa. Pada masa ketiga yaitu usia 7 – 12 tahun keinginan bermain berkembang menjadi semangat bekerja (Zulkifli; 1992). Sehingga tepat sekali apabila guru memanfaatkan sifat ini dalam pembelajaran yang bermakna bagi siswa.
Permainan pada pembelajaran matematika akan menciptakan suasana pembelajaran yang tidak tegang dan kaku. Dalam belajar sambil bermain, anak berkesempatan melakukan interaksi dan negosiasi dengan kawan-kawannya dengan diselingi tawa dan canda. Dalam kelompok mereka belajar saling mendengarkan dan mengutarakan pendapat (Y. Marpaung; 2003).
Karena dunia anak adalah dunia bermain, maka sangat logis kalau mereka menyukai permainan, termasuk permainan kartu pecahan. Permainan kartu pecahan ini dapat digunakan untuk membelajarkan siswa tentang topik-topik pecahan. Dalam permainan ini siswa diajak bermain untuk menyelesaikan soal-soal tantangan yang diberikan dan memecahkannya  dengan kemampuan berpikir kritis, logis dan kreatif.
Suatu kebahagiaan apabila melihat siswa asyik tenggelam dalam permainan tersebut dan secara tidak sadar bahwa mereka sebenarnya belajar melalui permainan  yang mereka jalani. Betapa senangnya melihat siswa berteriak saat berhasil menyelesaikan setiap problem dan berhasil menyelesaikan kartu yang diberikan.

4.      Kondisi Pembelajaran Matematika di SDN Jilatan
Seseorang dikatakan belajar bila ada perubahan tingkah laku dalam dirinya yang menunjukkan perubahan kognitif, psikomotorik dan menyangkut nilai dan sikap sebagai akibat interaksi dengan lingkungan. Belajar dapat diartikan sebagai proses bagi siswa dalam membangun gagasan atau pemahaman sendiri, maka proses belajar mengajar hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan sesuatu secara lancar dan termotivasi. Pendapat yang sama diunggapkan oleh Sardiman (2006:49)  bahwa “Suatu proses belajar dikatakan baik, bila proses tersebut dapat membangkitkan kegiatan belajar yang efektif“. Agar proses belajar mengajar berlangsung secara efektif dan efisien maka dalam pelaksanaannya perlu memperhatikan sebagai berikut :
1)      Konsistensi kegiatan belajar mengajar dengan kurikulum dilihat dari asfek tujuan pengajaran,bahan pengajaran yang diberikan, alat pengajaran yang digunakan dan strategi evaluasi yang digunakan.
 2) Keterlaksanaan proses belajar mengajar, meliputi  mengkondisikan kegiatan belajar siswa, menyajikan alat,sumber dan perlengkapan belajar, serta menggunakan waktu yang tersedia untuk KBM secara efektif, memotivasi  belajar siswa, menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikan, mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar, memberikan bimbingan belajar, melaksanakan  penilaian proses dan hasil belajar siswa serta menggenaralisasikan hasil belajar dan tindak lanjut. (Suryosubroto, 2002 : 16-17)
Pengajaran terdiri dari  komponen yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan.“Komponen sistem pengajaran meliputi bahan pelajaran, metode, alat dan evaluasi”. (Ali, 2008 :30)
Pada kurikulum KTSP (2006) untuk kelas I, II, dan III dilaksanakan melalui pendekatan tematik sedangkan pada kelas IV,V, dan VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran., untuk kelas IV, V, dan VI waktu untuk satu jam pelajaran adalah 35 menit.  Di kelas V untuk mata pelajaran  Matematika setiap minggu ada 5 jam pelajaran ( 5 x 35 menit)  atau 2 x pertemuan  dalam setiap minggu. Dengan waktu yang terbatas itu tidak mungkin siswa dapat menguasai sejumlah kemampuan untuk mencapai tujuan pengajaran tanpa didukung oleh guru sebagai pengajar dan sarana prasarana yang ada di sekolah.
Di SDN Jilatan semua materi pelajaran terutama sekali Matematika dilaksanakan dengan cara konvensional atau berupa transfer pengetahuan dari guru ke siswa (berpusat pada guru) berupa fakta dan ingatan yang biasanya dilakukan dengan menggunakan metode ceramah, karena cara itu dinilai ekonomis waktu dan biaya.
Menurut Joko Subondo, S,Si dalam Makalah Perkembangan Pembelajaran Matematika, kekhasan  dari pembelajaran konvensional adalah:
1)      pembelajaran lebih menekankan hafalan dari pada pengertian,
2)      menekankan bagaimana sesuatu itu dihitung bukan mengapa sesuatu itu dihitung demikian,
3)      lebih mengutamakan kepada melatih otak bukan kegunaan,
4)      bahasa/istilah dan symbol yang digunakan tidak  jelas, 
5)      urutan operasi harus diterima tanpa alasan.
Banyak kendala yang dihadapi guru di SDN Jilatan dalam memanipulasi materi pelajaran dengan menggunakan media. Kalaupun pembelajaran disampaikan dengan menggunakan metode demonstrasi itu jarang sekali dilakukan, karena terbatasnya media/alat peraga yang ada. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sehingga proses belajar terjadi.(Sadiman dkk, 2003 :6)
Pembelajaran yang dilaksanakan belum optimal karena media yang digunakan hanya bersumber pada buku pelajaran sehingga kurang menarik minat/kurang membangkitkan motivasi siswa untuk belajar dan serta kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif, siswa hanya mendengar dan menyimak pelajaran sehingga berakibat pada kurangnya pemahaman siswa tentang konsep terutama pelajaran Matematika dan rendahnya prestasi hasil belajar. Secara umum menurut Sardiman (2006 : 28) mengatakan bahwa “tujuan belajar adalah untuk mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan serta pembentukkan sikap mental/nilai-nilai”. Pembelajaran yang dilaksanakan hanya dengan menggunakan metode ceramah akan menghasilkan atau penguasaan terhadap pengetahuan saja tetapi untuk penanaman konsep serta mendapatkan keterampilan itu kurang.  Dengan menggunakan media yang tepat pada materi pecahan  akan dapat membangkitkan rasa ingin tahu siswa dan dapat mengembangkan sikap kritis dalam kegiatan bermain sambil belajar yang dilakukannya. Oleh karena itu, siswa harus secara aktif mengkreasi (mengkreasi kembali) pengetahuan yang dimilikinya. Tugas guru bukan lagi mentransfer pengetahuan, tetapi menciptakan kondisi belajar dan merencanakan jalannya pembelajaran dengan materi yang sesuai dan representatif serta realistik bagi siswa sehingga siswa memperoleh pengalaman belajar yang optimal. Menurut Lynette Long dalam buku FABULOUS FRACTIONS “ Games and Activities That make Math Easy and Fun” . PECAHAN YANG MENAKJUBKAN “Dengan Permainan dan Kegiatan, Matematika menjadi Mudah dan Menyenangkan” (Alih bahasa Ervina Yudha Kusuma,S.S : 2005)

I.       Metode Penelitian
1.      Rancangan  Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan. “Penelitian tindakan kelas adalah suatu penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru sekaligus peneliti dikelasnya atau kolaborasi  dengan jalan merancang, melaksanakan dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisifatif untuk memperbaiki kualitas proses pembelajaran  dikelasnya melalui suatu tindakan dalam suatu siklus.”(Kunandar, 2008 : 45) ; (Aqib, 2008 : 3). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk kegiatan merefleksi diri oleh guru sebagai peneliti dengan tujuan untuk memperbaiki mutu proses belajar mengajar sesuai dengan kondisi dan karakteristik sekolah, siswa dan guru.
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan pada :
Tempat                              : SDN Jilatan Kec. Batu Ampar  Kab. Tanah Laut
Kelas/Semester                  :  V / 2
Tahun Ajaran                    : 2009/2010
Mata Pelajaran                  : Matematika
Standar Kompetensi         :  Menggunakan Pecahan dalam Pemecahan Masalah
Kompetensi Dasar             : 5.1 Mengubah  pecahan  ke  bentuk  persen  dan
                                                   desimal dan sebaliknya. 
  5.2  Menjumlahkan dan  mengurangkan  berbagai 
         bentuk pecahan.
Jumlah Siswa                   : 20 orang
Penelitian ini direncanakan 2 siklus sehingga didapat solusi yang terbaik sesuai dengan perencanaan awal. Siklus I sebanyak 3 pertemuan dan    siklus II sebanyak 1 pertemuan. Tahapan setiap siklus terdiri dari : Perencanaan,  pelaksanaan tindakan, observasi dan evaluasi  serta refleksi.
Permainan kartu pecahan  sebagai media atau strategi pembelajaran untuk mengenali pecahan senilai dengan cara banyak bermain tetapi terarah sehingga diharapkan siswa dapat lebih aktif dalam kegitan pembelajaran.

Untuk lebih jelasnya, desain penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini :












Observasi Awal
 







Observasi Tindakan 1
 

 




Observasi Tindakan 2
 
SIKLUS  I



























Refleksi
 









Observasi Tindakan 3
 

 






Observasi Tindakan 4
 
SIKLUS  II














 




Gambar 1
Desain  Penelitian Tindakan Kelas
(Modifikasi dari model Kemmis dan Mc. Taggart)
( Rochiati, 2007 : 66 )


a.         Perencanaan (Planning)
      Dalam perencanaan kegiatan yang dilakukan adalah :
1         Membuat RPP (lampiran 1) dan LKS (lampiran 2)
2         Menyiapkan media pembelajaran  kartu pecahan (lampiran 3)
3          Menyusun lembar observasi guru (lampiran 4) maupun lembar observasi siswa ( lampiran 5) untuk melihat kondisi kegiatan proses  pembelajaran menurut skenario yang ditetapkan.
4          Mendesain instrument-instrumen penilaian (lampiran 5) untuk mengetahui frekuensi aktivitas guru dan siswa, untuk mengetahui perkembangan keterampilan proses siswa dalam KBM, dan untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami menggunakan  pecahan dalam pemecahan masalah.
5           Membuat angket respon siswa (lampiran 6).
b.      Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan yang dilakukan adalah melaksanakan skenario pembelajaran sesuai RPP yang sudah disusun.
1) Kegiatan Awal
Guru menggali pengalaman siswa dengan memberikan penjelasan dan   tanya jawab . kemudian menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai.
2) Kegiatan Inti
Langkah-langkah permainan kartu pecahan :
a.       Siswa dibagi menjadi 5 kelompok semula (home teams), (4 orang per kelompok) yang heterogen
b.      Setiap kelompok (home teams) diberi materi pelajaran tentang pecahan (Pecahan senilai, penjumlahan, pengurangan, penjumlahan dan pengurangan)
c.       Setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian  dari bahan materi pelajaran tersebut.
d.      Para anggota dari berbagai kelompok (home teams)  yang mempunyai tanggung jawab yang sama akan berkumpul dalam satu kelompok pakar (expert group). Sehingga jumlah kelompok pakar menjadi 4 kelompok yang berjumlah 5 orang.
e.       Guru membagikan kartu pecahan dan LKS kepada setiap kelompok yang akan dibahas dan dikerjakan secara berkelompok.
f.       Guru memberitahu cara memainkan kartu pecahan dan cara mengisi LKS.
g.      Menggunakan kartu pecahan dan LKS, seorang siswa mencatat setiap langkah permainan.
h.      Menggunakan LKS, kelompok I akan menemukan pola yang paling mudah untuk mengubah bentuk - bentuk pecahan senilai.
                                               i.      Menggunakan LKS, kelompok II akan menemukan pola yang paling mudah untuk menjumlah bentuk pecahan.
j.        Menggunakan LKS, kelompok III akan menemukan pola yang paling mudah untuk mengurang pecahan.
k.      Menggunakan LKS, kelompok IV akan menemukan pola yang paling mudah untuk mengurang dan penjumlahan pecahan.
l.        Setelah beberapa kali melakukan permainan (sesuai waktu yang ditetapkan ± 30 menit)
m.    Para kelompok pakar (expert group) kembali ke kelompok semula (home teams) untuk mengajar anggota yang lain. (± 30 menit)
n.      Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam home teams, para siswa dievaluasi secara individual.
o.      Guru memberi soal latihan

3) Kegiatan Akhir
    menyimpulkan hasil permainan Membuat rangkuman materi,melaksanakan evaluasi / penilaian.
        c. Observasi dan Evaluasi
          Obsevasi dilakukan pada pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang dibuat dan evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan.
         d.  Refleksi
Menganalisis hasil kegiatan dengan melihat kemajuan dan kelemahan dari tindakan yang dilaksanakan. Dari hasil itu guru akan merefleksi diri apakah kegiatan yang telah dilakukan telah meningkatkan kemampuan siswa memahami dan menguasai materi pecahan. Analisis data yang dilakukan akan dipergunakan sebagai acuan untuk melaksanakan kegiatan siklus berikutnya.

Pada tahap perencanaan ini peneliti mengembangkan rencana tindakan secara kritis menjelaskan apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa dan bagaimana tindakan dilaksanakan untuk meningkatkan apa yang telah terjadi.Pada tahap kedua yaitu tahap pelaksanaan yang merupakan penerapan isi rancangan yang berupa laporan penelitian yang sudah lengkap yang menggambarkan semua kegiatan yang dilakukan. Pada tahap ketiga yaitu pengamatan yang dilakukan bersamaan pada waktu pelaksanaan tindakan.Tahap keempat yaitu refleksi yaitu kegiatan mengungkap kembali yang sudah dilakukan. Menurut Kunandar ( 2008 : 75 ) refleksi adalah “mengingat dan merenungkan kembali suatu tindakan persis seperti yang tercatat dalam observasi dengan berusaha memahami proses, masalah, dan kendala yang nyata terjadi dalam tindakan strategis”.
                
  2. Setting Penelitian
Penelitian dilakukan pada siswa kelas V di SDN Jilatan, Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Tanah Laut, tahun pelajaran 2009/2010  Jumlah siswa 20 orang yang terdiri dari 12 siswa perempuan dan 8 siswa laki-laki.  Adapun materi penelitian adalah pada pelajaran Matematika dengan Standar Kompetensi 5. Menggunakan Pecahan dalam pemecahan Masalah kelas V semester 2.
.
 3. Faktor yang diteliti
         Untuk mengatasi permasalahan diatas ada beberapa faktor yang perlu diselidiki :
       a. Faktor Siswa
          Dilihat dari siswa maka akan diamati tentang sejauh mana peran serta siswa dalam mengikuti pembelajaran materi menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah dengan menggunakan media domino pecahan.
     b. Faktor guru
Bagaimana    kesiapan   guru   dalam mengelola kelas, mempersiapkan alat Peraga , media, LKS, sumber belajar, penguasaan materi dan penguasaan kelas serta menciptakan suasana kelas yang menyenangkan.
     c.  Faktor Sumber belajar
Bagaimana kelengkapan dan ketepatan sumber, RPP, silabus, program semester dan kurukulum.


    4. Data dan Jenis Data
      a. Sumber Data
          Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Jilatan     Kecamatan Batu Ampar pada Semester II Tahun 2009/2010 yang berjumah 20 orang.

         b. Jenis Data
         Data diperoleh dalam penelitian ini berupa  data kuantitatif hasil belajar siswa, dan data kualitatif berupa hasil observasi proses pembelajaran yang dilaksanakan (aktivitas siswa dan guru) serta dari angket berupa respon siswa.
            c. Cara Pengambilan data
               1) Pengamatan proses pembelajaran yang dilaksanakan                        berdasarkan RPP yang dibuat.
                2)  Diambil dari hasil belajar yang dilaksanakan setiap selesai siklus .
                3)  Penyebaran angket siswa.

           d. Cara Analisis Data
Analisis data terhadap hasil penelitian dijelaskan sebagai berikut:
a.       Analisis data hasil penelitian yang tergolong data kuantitatif berupa hasil belajar dilakukan secara deskriptif (Arikunto, dkk., 2006). Analisis tersebut dilakukan  dengan menghitung ketuntasan individual dan ketuntasan klasikal dengan rumus sebagai berikut:
Ketuntasan individual   =      x  100 %
Ketuntasan klasikal    =    x  100 %
Keterangan:
Ketuntasan indiviual : Jika siswa mencapai ketuntasan  > 65
Ketuntasan klasikal : Jika  > 85% dari seluruh siswa mencapai ketuntasan  >  65

b.      Data kuantitatif yang diperoleh dari hasil selama proses pembelajaran menggunakan kategori, yakni: baik (76-100%), sedang (56-75%), kurang (40-55%), dan buruk (<40%) (Arikunto,1998).
c.       Analisis data hasil penelitian yang tergolong data kualitatif dilakukan melalui tahapan reduksi data, pemaparan data, dan penyimpulan hasil analisis (Suyanto, dkk., 2006).
                          
        5. Indikator Keberhasilan
Penelitian ini dikatakan berhasil apabila memenuhi semua komponen indikator, baik indikator kuantitatif maupun indikator kualitatif (Arikunto dkk., 2006). Kedua indikator di atas dilihat dari pergeseran hasil siklus 1 ke siklus 2.
a.       Indikator kuantitatif terdiri atas:
1)      Siswa mencapai ketuntasan  individual (skor ≥ 65) dan ketuntasan klasikal jika ≥ 85 % dari seluruh siswa mencapai ketuntasan individual (skor ≥ 65).
2)      Hasil selama proses pembelajaran tergolong baik, berdasarkan kategori Arikunto (1998).
b.      Indikator kualitatif adalah bilamana siswa menjadi lebih aktif atau guru dapat mengurangi dominasi aktivitasnya.












Jadual Penelitian

Kegiatan
Minggu
KET.
1
2
3
4
5
6
7
8
Penyusunan proposal
x
x
-
-
-
-
-
-

Konsultasi (bila digunakan untuk skripsi)
-
x
x
-
-
-
-
-

Penyusunan Desain PTK
-
-
x
-
-
-
-
-

Persiapan Tindakan
-
-
x
-
-
-
-
-

Pelaksanaan Tindakan
-
-
x
-
-
-
-
-

Siklus 1









Pelaksanaan Tindakan
-
-
-
x
x
-
-
-

Observasi/Evaluasi
-
-
-
x
x
-
-
-

Analisis / Refleksi
-
-
-
-
x
-
-
-

Siklus 2









Pelaksanaan Tindakan
-
-
-
-
-
x
x
-

Observasi/Evaluasi
-
-
-
-
-
x
x
-

Analisis / Refleksi
-
-
-
-
-
-
x
-

Penyusunan laporan PTK
-
-
-
-
-
-
-
x



Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi. Suhardjono. Supardi.  2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Rineka Cipta.
Badan Standar Nasional Pendidikan , 2006. Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD/MI.   Jakarta : BP. Dharma Bhakti.
Depdiknas. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.
Depdiknas. 2004. Kurikulum. 2004. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kelas IV. Jakarta :  Departemen Pendidikan Nasional
E. Mulyasa, Dr, M.Pd, 2005. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan  Menyenangkan. Bandung, : Rosda
Kunandar. 2008. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Pers
Yusri Zani. 2009. Permainan Mencari Harta Karun, Sebuah Alternatif Model Pembelajaran di Luar Kelas Sebagai Upaya Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SDN Antasan Besar 7 Banjarmasin. Banjarmasin. Makalah
Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain, 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Udin S. Winataputra,dkk, 1997. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Universitas Terbuka



Lembar Pengamatan Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran
Nama sekolah              : SD Negeri Jilatan
Tahun pelajaran           : 2009/2010
Kelas / Semester          : V / 2
Pokok Bahasan           : Pengerjaan hitung pecahan
Siklus                          : 1
Klp.
Nama siswa
Minat
Perhatian
Partisipasi
Keseriusan
4
3
2
1
4
3
2
1
4
3
2
1
4
3
2
1
I
Khairil
















Firman F.
















Firda
















Ririn arianti
















Mahrani
















II
Ahmad Rizal
















Beny Anggara
















Nanda Ayu Putri
















Novita
















Megawati
















III
M. Zaini
















Febriliani
















Yuda Setiawan
















Nadila
















M. Robiyani
















IV
Singgih Permana
















St. Fatimah
















Khairisyah Yuliani Firlia
















Dony Nor Fahda
















Abd. Azis


















Keterangan :
Skor
Indikator
4
3
2
1
SB = Sangat baik
B   = Baik 
C   = Cukup 
K   = Kurang





Tidak ada komentar:

Posting Komentar