Meningkatan
Hasil Belajar Operasi Hitung Pecahan
dengan
Model Kooperatif Tipe Jigsaw
Berbantuan
Media Kartu Pecahan Siswa Kelas V SD
A.
Latar
Belakang
Pendidikan adalah investasi sumber daya
manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan
peradaban manusia di dunia. Oleh karena itu, hampir semua negara menempatkan
variabel pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama dalam konteks
pembangunan bangsa dan negara. Begitu juga Indonesia menempatkan pendidikan
sebagai suatu yang penting dan utama. Hal ini dapat dilihat dari isi pembukaan
UUD 1945 alenia IV yang menegaskan bahwa salah satu tujuan nasional bangsa
Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Di dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) N0. 20 Tahun 2003 BAB I Pasal 1 Ayat 20 dinyatakan
pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar.(Depdiknas , 2003 : 4)
Pembelajaran merupakan kegiatan yang bertujuan
melibatkan aktivitas siswa dan aktivitas guru. Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah guru. Guru dalam
konteks pendidikan mempunyai peranan yang besar dan strategis. Hal ini
disebabkan gurulah yang berada dibarisan terdepan dalam pelaksanaan pendidikan.
Gurulah yang langsung berhadapan dengan peserta didik untuk mentransfer ilmu
pengetahuan dan teknologi sekaligus mendidik dengan nilai-nilai positif melalui
bimbingan dan keteladanan.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen yaitu BAB I mengenai ketentuan umum
pasal I ayat I yang berbunyi guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar dan mendidikan menengah.
Guru sebagai
tenaga pendidik sudah menjadi kewajibannya untuk memberikan atau mentranfer
ilmu kepada peserta didik. Guru mentransfer ilmu kepada peserta didik dengan
menggunakan strategi, media, pendekatan, model atau metode agar proses
pembelajaran tidak membosankan.
Dalam proses
belajar mengajar di kelas, seorang guru mempunyai rencana pembelajaran yang
ingin disampaikan agar tujuan
pembelajaran tersebut dapat dicapai. Keinginan
yang diharapkan oleh guru diantaranya siswa aktif dalam pembelajaran
yang dilaksanakan di kelas. Mata pelajaran yang dianggap sulit oleh siswa perlu
di bantu guru dengan menggunakan strategi,
media, pendekatan, model atau metode agar siswa dapat merespon dengan
baik. Apabila siswa diminta menyelesaikan pengerjaan hitung pecahan, siswa
selalu mengalami kesulitan, terutama mengubah pecahan biasa, pecahan campuran,
pecahan desimal dan bentuk persen, dengan tepat.
Dari berbagai permasalahan yang terjadi di dalam kelas siswa terlihat pasif dan bingung ketika diberi
tugas untuk menyelesaikan pengerjaan hitung pecahan, walaupun berkali-kali
dijelaskan. Apabila diberi kesempatan bertanya untuk hal yang belum dipahami
mereka sering diam , terkesan bingung.
Bila diminta menyelesaikan soal pengerjaan hitung pecahan selalu
melakukan kesalahan. Ada beberapa siswa
yang tidak bisa memahami materi pelajaran justru bermain dengan teman sebangku.
Penyebab terjadinya masalah tersebut dikarenakan siswa
tidak mendapatkan pemahaman konsep yang tepat tentang pecahan senilai.
Kurangnya latihan yang diberikan untuk membuat siswa terampil. Tidak dikondisikannya siswa untuk mengenal
pecahan senilai. Jika ada tes untuk menyelesaikan pengerjaan hitung pecahan
rata-rata nilainya rendah, tidak sesuai dengan apa yang diharapkan guru. Cara
mengajar guru belum banyak variasi. Keterlambatan guru masuk kelas. Kebiasaan
belajar siswa yang tidak terkondisi dengan baik. Metode belajar yang masih kurang menyenangkan
(ceramah, penugasan). Strategi belajar yang kurang tepat setiap materi
pelajaran.
Masalah yang dihadapi siswa sangat kompleks, dimana
siswa sudah terbiasa dengan keadaan disiplin sekolah yang tidak maksimal
seperti (guru yang terlambat masuk kelas, kehabisan waktu untuk membahas materi
pelajaran yang belum tuntas, dll). Siswa
tidak bisa melanjutkan kemateri berikutnya seperti menyelesaikan pengerjaan
hitung pecahan (penjumlahan dan pengurangan pecahan). Siswa tidak bisa
mengikuti perkembangan selanjutnya seperti menggunakan pecahan dalam masalah
perbandingan dan skala. Hasil belajar siswa tidak tidak akan meningkat. Cara berfikir siswa tidak dapat berkembang
dengan baik. Banyak siswa yang tidak
senang dengan pelajaran tertentu (khususnya matematika). Siswa akan bosan berada di kelas. Siswa akan
mencari cara sendiri untuk tetap bisa berada dikelas, tetapi tidak
memperhatikan pelajaran (bercanda, bermain disaat guru tidak terfokus, lambat
dalam mengerjakan tugas yang diberikan, cenderung seadanya yang penting selesai
dll).
Guru perlu mengkondisikan siswa untuk sering melatih
siswa dengan bermacam-macam latihan. Mencari variasi mengajar seperti
membuatkan kartu pecahan. Mencari model
belajar yang tepat sehingga siswa senang berada di kelas. Melakukan bimbingan
kepada siswa yang bosan dengan pelajaran matematika.
Muhammad Yusri
Zani, S.Pd. (Guru Matematika SDN Antasan Besar 7 Banjarmasin), 2009. Melaporkan
penelitian “Permainan Mencari Harta
Karun, Sebuah Alternatif Model Pembelajaran di Luar Kelas Sebagai Upaya
Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SDN Antasan Besar
7 Banjarmasin”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa :
1. Minat Belajar matematika
siswa meningkat cukup signifikan. Berdasarkan hasil pengamatan mitra kolaborasi
terjadi peningkatan kuantitas siswa yang melakukan aktivitas positif sebagai
indikator minat siswa (Jumlah siswa bertanya, siswa aktif, siswa mengerjakan
tugas, menyelesaikan soal tes, dan memperhatikan pelajaran). Berdasarkan hasil
angket siswa juga tampak peningkatan minat belajar siswa.
2. Hasil
belajar matematika siswa juga mengalami peningkatan, yaitu dari 6,61 pada
siklus 1 menjadi 7,93 pada siklus 2 atau naik 19,97 %.
Atas dasar pertimbangan inilah maka perlu dilaksanakan
penelitian untuk “Meningkatan Hasil Belajar Operasi Hitung Pecahan dengan Model
Kooperatif Tipe Jigsaw Berbantuan Media Kartu Pecahan Siswa Kelas V SDN Jilatan
Kecamatan Batu Ampar Kabupaten Tanah Laut Tahun Pelajaran 2009/2010.
B.
Identifikasi
Masalah
Masalah dalam penelitian
ini diidentifikasi sebagai berikut :
1.
Siswa kurang
aktif dalam proses kegiatan belajar mengajar.
2.
kemampuan siswa dalam menerapkan pengalaman
belajar yang telah diterimanya masih kurang.
3.
Pemahaman
siswa terhadap konsep pecahan masih rendah
4.
Metode dan
pendekatan yang digunakan kurang sesuai dengan karateristik materi yang
diajarkan.
C.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah yang akan saya lakukan adalah bagaimana
siswa dapat meningkatkan hasil belajar operasi hitung pecahan dengan baik.
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan
diatas , masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.
Apakah Model Kooperatif
Tipe Jigsaw berbantuan Media Kartu Pecahan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam
menyelesaikan pengerjaan hitung pecahan dengan tepat pada siswa kelas V SD
Negeri Jilatan ?
2.
Bagaimana kualitas pembelajaran pecahan dengan
menggunakan Model Kooperatif Tipe Jigsaw berbantuan Media Kartu
Pecahan ?
3.
Bagaimana respon siswa setelah belajar dengan
menggunakan Model Kooperatif Tipe Jigsaw
berbantuan Media Kartu Pecahan ?
D.
Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah jika guru mengajar
dengan menggunakan media kartu pecahan pada materi pecahan maka pemahaman siswa kelas V SDN Jilatan akan
lebih optimal.
E.
Tujuan
Penelitian
Penelitian
Tindakan Kelas ini bertujuan:
1.
Untuk mengetahui peningkatan minat belajar matematika siswa setelah
diberikan pelajaran melalui Model Kooperatif
Tipe Jigsaw berbantuan Media Kartu Pecahan
2.
Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar
matematika siswa setelah diberikan pelajaran melalui Model
Kooperatif Tipe Jigsaw berbantuan
Media Kartu Pecahan
3.
Untuk mengetahui proses pembelajaran Model
Kooperatif Tipe Jigsaw berbantuan
Media Kartu Pecahan
F. Untuk
mengetahui respon siswa setelah menggunakan Model Kooperatif Tipe Jigsaw berbantuan Media Kartu
Pecahan
G. Manfaat Penelitian
Saya berharap PTK ini dapat bermanfaat bagi beberapa
fihak diantaranya :
- Bagi siswa
Dapat meningkatkan
minat dan prestasi belajar matematika siswa agar mereka tidak menjauhi dan
membenci matematika.
Lebih paham tentang materi pecahan sehingga dapat dengan mudah menyelesaikan
pengerjaan hitung pecahan . Bisa lebih
aktif mengikuti pelajaran terutama pada pelajaran matematika. Membantu siswa lebih
mudah dalam mengenali pecahan senilai.
Memberikan pembelajaran yang bermakna, melatih anak didik berpikir
kritis, membangun pemahaman oleh diri
sendiri, membina kerjasama, membekali pengetahuan dan keterampilan yang
bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari.
- Bagi Guru
Hasil penelitian ini dapat membantu guru menemukan media dan
model pembelajaran yang tepat untuk mengenali pecahan senilai. Dapat meningkatkan kompetensinya dalam memilih media dan model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses belajar mengajar.
Sebagai bahan informasi dan kajian untuk meningkatkan kompetensi
dan kreatifitas guru dan sebagai salah satu model belajar alternatif untuk
memecahkan kebekuan cara mengajar yang monoton dan menjemukan bagi siswa.
- Bagi sekolah
Sebagai bahan untuk mengusahakan perbaikan dan peningkatan
pembelajaran di sekolah. Sebagai bahan
referensi untuk penelitian selanjutnya.
Sebagai bahan koleksi perpustakaan
H. Kerangka Teori
1. Pembelajaran Matematika di SD
Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan
dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran dari suatu konsep
atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya yang
sudah diterima, sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika
bersifat kuat dan jelas serta konsisten (Depdiknas, 2004).
Namun demikian, pembelajaran dan pemahaman konsep matematika dapat
diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi. Proses
induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep matematika. Kegiatan
dimulai dengan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat
yang muncul (sebagai gejala), memperkirakan hasil baru yang diharapkan, yang
kemudian dibuktikan secara deduktif. Dengan demikian, cara belajar induktif dan
deduktif dapat digunakan dan sama-sama berperan penting dalam mempelajari
matematika. Penerapan cara kerja matematika diharapkan dapat membentuk sikap
kritis, kreatif, jujur dan komunikatif pada siswa.
Pendekatan dan strategi pembelajaran matematika hendaknya mengikuti
kaidah pedagogik secara umum, yaitu pembelajaran diawali dari kongkrit ke
abstrak, dari sederhana ke kompleks, dan dari mudak ke sulit.
Matematika merupakan mata pelajaran yang
dipelajari oleh semua siswa dari SD hingga SMA bahkan sampai di perguruan
tinggi. Menurut Cornelus seperti dikutip I Wayan Surata dalam makalahnya (2006)
mengatakan bahwa ada banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika,
yaitu: (1) merupakan sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana
memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola
hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan
kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap pengembangan
budaya.
Mengingat begitu pentingnya matematika di
sekolah seperti yang disebutkan di atas, diperlukan suatu strategi yang tepat
dalam pembelajaran agar tujuan yang diharapkan dapat dicapai sesuai yang diinginkan.
Seyogyanya, matematika merupakan salah
satu pelajaran yang digemari oleh siswa
terkait dengan kegunaannya. Kenyataannya, keluhan dan kekecewaan terhadap hasil
yang dicapai siswa dalam matematika hingga kini masih sering diungkapkan.
Umumnya siswa mengatakan matematika merupakan pelajaran yang sulit dan
membosankan, tidak menarik, dan bahkan penuh misteri. Ini disebabkan karena
pelajaran matematika dirasakan sukar, gersang, dan tidak tampak kaitannya
dengan kehidupan sehari-hari (Mohamad Soleh dalam I Wayan Surata ; Makalah ;
2006)
Tampaknya masih ada kesenjangan yang cukup
besar antara apa yang diharapkan dalam belajar matematika dengan kenyataan yang
dicapai. Hal ini menjadi dilema bagi para pendidik dan para ahli, karena di
satu pihak matematika itu sangat dibutuhkan untuk meningkatkan daya nalar dan
dapat melatih siswa agar mampu berpikir logis, kritis, sistematis, dan kreatif.
Di pihak lain banyak siswa tidak menyenangi matematika.
Pembelajaran matematika oleh sekolah di Indonesia sejauh ini masih
didominasi oleh pembelajaran konvensional dengan paradigma mengajarnya. Siswa
diposisikan sebagai obyek, siswa dianggap tidak tahu atau belum tahu apa-apa,
sementara guru memposisikan diri sebagai yang mempunyai pengetahuan. Guru
ceramah dan menggurui, otoritas tertinggi adalah guru. Penekanan yang
berlebihan pada isi dan materi diajarkan secara terpisah-pisah. Materi
pembelajaran matematika diberikan dalam bentuk jadi. Dan, semua itu terbukti
tidak berhasil membuat siswa memahami dengan baik apa yang mereka pelajari.
Penguasaan dan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika lemah
karena tidak mendalam. Akibatnya, prestasi belajar matematika siswa rendah.
Hampir setiap tahun matematika dianggap sebagai batu sandungan bagi kelulusan
sebagian besar siswa. Selain itu, pengetahuan yang diterima siswa secara pasif
menjadikan matematika tidak bermakna bagi siswa.
Menurut Marpaung (HJ Sriyanto, Kompas), paradigma mengajar seperti di
atas tidak dapat lagi dipertahankan dalam pembelajaran matematika di sekolah. Sudah saatnya paradigma
mengajar diganti dengan paradigma belajar. Paradigma belajar ini sejalan dengan
teori konstruktivisme. Dalam paradigma belajar, siswa diposisikan sebagai
subyek. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, tapi suatu proses yang harus
digeluti, dipikirkan, dan dikonstruksi siswa, tidak dapat ditransfer kepada
mereka yang hanya menerima secara pasif.
Karakteristik
belajar anak usia Sekolah Dasar pada umumnya ( usia 6-12 tahun ) sedang berada
pada masa berpikir konkrit, disamping itu anak suka melakukan sendiri, mereka
mudah mengingat sesuatu dengan bermain, maupun bernyayi.
Menurut Jean
Pieget dalam Sumantri dan Syaodih (2008 : 2.12)” perkembangan kognitif anak
usia 5 sampai 11 tahun adalah tahap operasi konkrit yaitu tahapan dimana anak berpikir secara logis
mengenali sesuatu”. Anak-anak
pada tahapan operasi konkret lebih bersikap kritis mereka lebih banyak mempertimbangkan
suatu situasi daripada hanya memfokuskan pada suatu asfek , sebagaimana yang
mereka lakukan pada praoperasional. Pada tahap ini cara berpikir mereka masih
terikat pada kenyataan yang terjadi sekarang atau terikat pada kenyataan yang
sedang dihadapi saja.
Tujuan pengajaran akan dapat tercapai jika anak didik
berusaha secara aktif untuk
mencapainya. Keaktifan anak didik tidak
hanya dituntut dari segi fisik tetapi juga dari segi kejiwaan (Syaiful Bahri
Djamarah & Aswan Zain, 2006 :38)
Pada tahap awal, untuk mengungkapkan penyebab timbulnya
masalah di kelas di mulai dari penelitian dalam bentuk penelitian tindakan
terhadap prilaku guru melaksanakan tugasnya di kelas. Alasan yang mendukung
diambilnya keputusan untuk melakukan penelitian terhadap guru karena
berdasarkan hasil penelitian bahwa keberhasilan pendidikan formal di sekolah
60% disebabkan oleh guru. Suriansyah (2002:21).
Pembelajaran yang baik hendaknya dapat menimbulkan
interaksi yang mendorong perilaku belajar siswa. Mengajar yang dilaksanakan guru pada dasarnya
adalah usaha untuk menciptakan kondisi atau system lingkungan, sehingga
mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar (Udin S.
Winataputra, 1998 : 63).
2.
Minat dan Hasil Belajar Matematika
Minat diartikan
sebagai keinginan, kesukaan (Djaka P.). Sedangkan menurut Kamus Umum Bahasa
Indonesia, minat dalah perhatian; kesukaan (kecenderungan hati) kepada sesuatu;
keinginan (Poerwadarminta; 1976).
Minat mempunyai
kaitan yang erat dengan motivasi belajar. Siswa yang memiliki minat terhadap
sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan
demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut. Karenanya,
bahan-bahan pelajaran yang disajikan serta cara penyajiannya dalam pembelajaran
hendaknya disesuaikan dengan minat siswa dan tidak bertentangan dengan
nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat (Dimyati dan Mudjiono; 2002).
Dengan demikian,
siswa yang menyukai matematika akan senang belajar matematika dan terdorong
untuk belajar lebih giat. Demikian pula sebaliknya. Karena itu adalah kewajiban
bagi seorang guru untuk menanamkan sikap positif pada diri siswa terhadap mata
pelajaran yang menjadi tanggungjawabnya.
Minat adalah
kecenderungan hati terhadap sesuatu. Karena itu minat seseorang dapat terlihat
dari tindakan yang dilakukannya. Beberapa indikator untuk mengetahui minat
siswa terhadap mata pelajaran antara lain dapat terlihat pada : (1) Perhatian
siswa terhadap pelajaran, (2) Keaktifan siswa melaksanakan semua tugas yang
diberikan gurunya, (3) Rasa senang saat mengikuti pelajaran, (4) Keterlibatan
siswa secara langsung dalam setiap kegiatan saat pembelajaran di kelas, (5)
Siswa banyak bertanya saat pelajaran berlangsung, (6) Siswa mengerjakan tugas
yang diberikan sampai selesai, (7) Siswa berani mengemukakan
pendapat/gagasannya atau mempertanyakan gagasan orang lain, (8) Siswa tidak
tegang/rileks selama mengikuti pelajaran, (9) Siswa mempergunakan alat peraga
atau media pembelajaran secara optimal, dan (10) Siswa antusias mengikuti pelajaran
dari awal hingga akhir.
Hasil belajar
menurut Gagner (Dimyati dan Mudjiono; 2002) dihasilkan melalui proses kognitif
yang dilakukan siswa. Hasil belajar tersebut terdiri dari informasi verbal,
keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif.
Dalam kamus besar
Bahasa Indonesia (Depdikbud) hasil belajar diartikan sebagai hasil yang dicapai
(dari yang telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Hasil belajar adalah
penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran,
lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh
guru.
Teoh Poh Yew
(2004) dalam bukunya Maths The Fun dan Magical Way menggolongkan anak yang
sedang belajar matematika menjadi 3 kategori, yaitu :
1. Kategori A adalah anak yang menyukai
matematika, sehingga setiap soal yang diberikan dihadapinya dengan kegembiraan.
2. Kategori B adalah anak yang tidak menyukai
matematika, sehingga setiap mendapatkan soal matematika ia menghadapinya dengan
ekspresi murung dan selalu menyampaikan sederet alasan untuk tidak
mengerjakannya.
3. Kategori C adalah anak yang tidak menyukai
matematika dan pernah “dihina” oleh guru, orang tua, atau teman-temannya
(meskipun mungkin maksud mereka baik). Dia menjadi geram ketika melihat segala
sesuatu yang berhubungan dengan matematika meskipun sedikit.
Yang menambah
permasalahan adalah orang tua dan guru dari anak-anak dalam kategori B dan C
langsung menganggap anak-anak/siswa mereka malas atau kurang pintar. Namun
anggapan itu belum tentu benar.
Anak pada kategori
A dapat dikatakan memiliki minat yang tinggi terhadap pelajaran matematika
sehingga biasanya anak pada kategori ini hasil belajar matematikanya akan
tinggi.
Anak pada kategori
B dan C minat belajar matematikanya rendah. Ketidak senangannya terhadap matematika
menyebabkan minat belajarnya menurun dan dia berusaha secara fisik dan mental
menjauhi matematika. Baginya matematika adalah pelajaran yang membosankan dan
sulit. Anak pada kategori ini biasanya hasil belajarnya akan cenderung rendah.
Ada beberapa
alasan yang bisa membuat anak tidak menyukai tidak berminat mempelajari
matematika, yaitu :
1. Diajarkan dengan cara yang keras dan
membosankan di sekolah
2. Anak sering dihukum dan kadang-kadang
dihina di depan teman-teman sebayanya ketika tidak bisa menyelesaikan soal-soal
matematika
3. Anak melihat matematika hanya sebagai
halaman-halaman yang penuh angka dan simbol-simbol yang membosankan.
4. Anak merasa beberapa konsep matematika
yang diajarkan di sekolah tidak diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, karena
itu mata pelajaran matematika dianggapnya tidak relevan.
5. Mungkin orang tua telah turut
memperlihatkan ketidaksukaan terhadap matematika.
3. Belajar Sambil Bermain
Karena matematika sering dianggap sulit
oleh siswa, maka pembelajaran matematika di kelas haruslah menyenangkan.
Pendekatan bermain sangat tepat digunakan dalam pembelajaran matematika.
Miller menyatakan bahwa bermain memberikan
kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan dorongan-dorongan kreatifitasnya,
kesempatan untuk merasakan objek-objek dan tantangan untuk menemukan sesuatu
dengan cara baru. Sedangkan Gardner mengatakan bahwa bermain dapat
mengembangkan spectrum kecerdasan anak yang majemuk. Ia menyarankan untuk
mengidentifikasi kecerdasan majemuk dengan beragam sarana yang terkait dengan
kecerdasan yang ada. Hal ini dapat dilakukan dengan kegiatan bermain (Heryanto;
2004).
Menurut Prof. Dr. Buytendijk dalam bukunya
“Het Appel van Mensch en Dier” mengatakan bahwa permainan merupakan
pernyataan-pernyataan dalam bentuk kegiatan yang bersumber dari dorongan hidup
(Zulkifli; 1992).
Ch. Buhler, seorang pakar psikologi
perkembangan membagi masa perkembangan anak dan pemuda menjadi 5 masa. Pada
masa ketiga yaitu usia 7 – 12 tahun keinginan bermain berkembang menjadi
semangat bekerja (Zulkifli; 1992). Sehingga tepat sekali apabila guru
memanfaatkan sifat ini dalam pembelajaran yang bermakna bagi siswa.
Permainan pada pembelajaran matematika
akan menciptakan suasana pembelajaran yang tidak tegang dan kaku. Dalam belajar
sambil bermain, anak berkesempatan melakukan interaksi dan negosiasi dengan
kawan-kawannya dengan diselingi tawa dan canda. Dalam kelompok mereka belajar saling mendengarkan
dan mengutarakan pendapat (Y. Marpaung; 2003).
Karena dunia anak
adalah dunia bermain, maka sangat logis kalau mereka menyukai permainan,
termasuk permainan kartu pecahan. Permainan kartu pecahan ini dapat digunakan
untuk membelajarkan siswa tentang topik-topik pecahan. Dalam permainan ini siswa
diajak bermain untuk menyelesaikan soal-soal tantangan yang diberikan dan memecahkannya
dengan kemampuan berpikir kritis, logis
dan kreatif.
Suatu kebahagiaan
apabila melihat siswa asyik tenggelam dalam permainan tersebut dan secara tidak
sadar bahwa mereka sebenarnya belajar melalui permainan yang mereka jalani. Betapa senangnya melihat
siswa berteriak saat berhasil menyelesaikan setiap problem dan berhasil menyelesaikan
kartu yang diberikan.
4. Kondisi Pembelajaran Matematika di SDN Jilatan
Seseorang dikatakan belajar bila ada perubahan tingkah
laku dalam dirinya yang menunjukkan perubahan kognitif, psikomotorik dan
menyangkut nilai dan sikap sebagai akibat interaksi dengan lingkungan. Belajar
dapat diartikan sebagai proses bagi siswa dalam membangun gagasan atau
pemahaman sendiri, maka proses belajar mengajar hendaknya memberikan kesempatan
kepada siswa untuk melakukan sesuatu secara lancar dan termotivasi. Pendapat
yang sama diunggapkan oleh Sardiman (2006:49)
bahwa “Suatu proses belajar dikatakan baik, bila proses tersebut dapat
membangkitkan kegiatan belajar yang efektif“. Agar proses belajar mengajar
berlangsung secara efektif dan efisien maka dalam pelaksanaannya perlu
memperhatikan sebagai berikut :
1)
Konsistensi kegiatan belajar mengajar dengan kurikulum
dilihat dari asfek tujuan pengajaran,bahan pengajaran yang diberikan, alat
pengajaran yang digunakan dan strategi evaluasi yang digunakan.
2) Keterlaksanaan
proses belajar mengajar, meliputi
mengkondisikan kegiatan belajar siswa, menyajikan alat,sumber dan
perlengkapan belajar, serta menggunakan waktu yang tersedia untuk KBM secara
efektif, memotivasi belajar siswa, menguasai
bahan pelajaran yang akan disampaikan, mengaktifkan siswa dalam proses belajar
mengajar, memberikan bimbingan belajar, melaksanakan penilaian proses dan hasil
belajar siswa serta menggenaralisasikan hasil belajar dan tindak
lanjut. (Suryosubroto, 2002 : 16-17)
Pengajaran terdiri dari
komponen yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan.“Komponen sistem
pengajaran meliputi bahan pelajaran, metode, alat dan evaluasi”. (Ali, 2008
:30)
Pada kurikulum KTSP (2006) untuk kelas I, II, dan III
dilaksanakan melalui pendekatan tematik sedangkan pada kelas IV,V, dan VI
dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran., untuk kelas IV, V, dan VI
waktu untuk satu jam pelajaran adalah 35 menit.
Di kelas V untuk mata pelajaran Matematika setiap minggu ada 5 jam pelajaran (
5 x 35 menit) atau 2 x pertemuan dalam setiap minggu. Dengan waktu yang
terbatas itu tidak mungkin siswa dapat menguasai sejumlah kemampuan untuk
mencapai tujuan pengajaran tanpa didukung oleh guru sebagai pengajar dan sarana
prasarana yang ada di sekolah.
Di SDN Jilatan semua materi pelajaran terutama sekali Matematika
dilaksanakan dengan cara konvensional atau berupa transfer pengetahuan dari
guru ke siswa (berpusat pada guru) berupa fakta dan ingatan yang biasanya
dilakukan dengan menggunakan metode ceramah, karena cara itu dinilai ekonomis
waktu dan biaya.
Menurut Joko Subondo, S,Si dalam Makalah Perkembangan
Pembelajaran Matematika, kekhasan dari
pembelajaran konvensional adalah:
1)
pembelajaran lebih menekankan hafalan dari pada
pengertian,
2)
menekankan bagaimana sesuatu itu dihitung bukan mengapa
sesuatu itu dihitung demikian,
3)
lebih mengutamakan kepada melatih otak bukan kegunaan,
4)
bahasa/istilah dan symbol yang digunakan tidak jelas,
5)
urutan operasi harus diterima tanpa alasan.
Banyak kendala yang dihadapi guru di SDN Jilatan dalam
memanipulasi materi pelajaran dengan menggunakan media. Kalaupun pembelajaran
disampaikan dengan menggunakan metode demonstrasi itu jarang sekali dilakukan,
karena terbatasnya media/alat peraga yang ada. Media adalah
segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke
penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa
sehingga proses belajar terjadi.(Sadiman dkk, 2003 :6)
Pembelajaran yang dilaksanakan belum optimal karena
media yang digunakan hanya bersumber pada buku pelajaran sehingga kurang
menarik minat/kurang membangkitkan motivasi siswa untuk belajar dan serta
kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif, siswa hanya mendengar
dan menyimak pelajaran sehingga berakibat pada kurangnya pemahaman siswa
tentang konsep terutama pelajaran Matematika dan rendahnya prestasi hasil
belajar. Secara umum menurut Sardiman (2006 : 28) mengatakan bahwa “tujuan belajar
adalah untuk mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan serta
pembentukkan sikap mental/nilai-nilai”. Pembelajaran yang dilaksanakan hanya
dengan menggunakan metode ceramah akan menghasilkan atau penguasaan terhadap
pengetahuan saja tetapi untuk penanaman konsep serta mendapatkan keterampilan
itu kurang. Dengan menggunakan media
yang tepat pada materi pecahan akan
dapat membangkitkan rasa ingin tahu siswa dan dapat mengembangkan sikap kritis
dalam kegiatan bermain sambil belajar yang dilakukannya. Oleh karena itu, siswa
harus secara aktif mengkreasi (mengkreasi kembali) pengetahuan yang
dimilikinya. Tugas guru bukan lagi mentransfer pengetahuan, tetapi menciptakan
kondisi belajar dan merencanakan jalannya pembelajaran dengan materi yang
sesuai dan representatif serta realistik bagi siswa sehingga siswa memperoleh pengalaman
belajar yang optimal. Menurut Lynette Long dalam buku FABULOUS FRACTIONS “
Games and Activities That make Math Easy and Fun” . PECAHAN YANG
MENAKJUBKAN “Dengan Permainan dan Kegiatan, Matematika menjadi Mudah dan
Menyenangkan” (Alih bahasa Ervina Yudha Kusuma,S.S : 2005)
I. Metode Penelitian
1. Rancangan
Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan.
“Penelitian tindakan kelas adalah suatu penelitian tindakan yang dilakukan oleh
guru sekaligus peneliti dikelasnya atau kolaborasi dengan jalan merancang, melaksanakan dan
merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisifatif untuk memperbaiki
kualitas proses pembelajaran dikelasnya
melalui suatu tindakan dalam suatu siklus.”(Kunandar, 2008 : 45) ; (Aqib, 2008
: 3). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Penelitian tindakan kelas
adalah suatu bentuk kegiatan merefleksi diri oleh guru sebagai peneliti dengan
tujuan untuk memperbaiki mutu proses belajar mengajar sesuai dengan kondisi dan
karakteristik sekolah, siswa dan guru.
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan pada :
Tempat : SDN Jilatan Kec. Batu Ampar Kab. Tanah Laut
Kelas/Semester :
V / 2
Tahun Ajaran :
2009/2010
Mata Pelajaran : Matematika
Standar Kompetensi : Menggunakan Pecahan dalam Pemecahan Masalah
Kompetensi Dasar : 5.1 Mengubah pecahan
ke bentuk persen
dan
desimal dan sebaliknya.
5.2 Menjumlahkan dan mengurangkan
berbagai
bentuk
pecahan.
Jumlah Siswa : 20
orang
Penelitian ini direncanakan 2 siklus sehingga didapat
solusi yang terbaik sesuai dengan perencanaan awal. Siklus I sebanyak 3 pertemuan
dan siklus II sebanyak 1 pertemuan.
Tahapan setiap siklus terdiri dari : Perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan
evaluasi serta refleksi.
Permainan kartu
pecahan sebagai media atau strategi
pembelajaran untuk mengenali pecahan senilai dengan cara banyak bermain tetapi
terarah sehingga diharapkan siswa dapat lebih aktif dalam kegitan pembelajaran.
Untuk lebih
jelasnya, desain penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dapat dilihat pada
gambar 1 berikut ini :
|
|||||||
![]() |
|||||||
|
|||||||
|
|
![]() |
|||||
![]() |
|||||
Gambar 1
Desain Penelitian Tindakan Kelas
(Modifikasi
dari model Kemmis dan Mc. Taggart)
(
Rochiati, 2007 : 66 )
a.
Perencanaan
(Planning)
Dalam perencanaan kegiatan
yang dilakukan adalah :
1
Membuat RPP (lampiran 1) dan LKS (lampiran 2)
2
Menyiapkan media pembelajaran kartu pecahan (lampiran 3)
3
Menyusun lembar
observasi guru (lampiran 4) maupun lembar observasi siswa ( lampiran 5) untuk
melihat kondisi kegiatan proses pembelajaran
menurut skenario yang ditetapkan.
4
Mendesain
instrument-instrumen penilaian (lampiran 5) untuk mengetahui frekuensi
aktivitas guru dan siswa, untuk mengetahui perkembangan keterampilan proses
siswa dalam KBM, dan untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.
5
Membuat angket
respon siswa (lampiran 6).
b. Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan yang dilakukan adalah melaksanakan skenario pembelajaran sesuai
RPP yang sudah disusun.
1) Kegiatan Awal
Guru menggali pengalaman siswa dengan memberikan penjelasan dan tanya jawab . kemudian menyampaikan tujuan
pelajaran yang akan dicapai.
2) Kegiatan Inti
Langkah-langkah
permainan kartu pecahan :
a. Siswa
dibagi menjadi 5 kelompok semula (home teams), (4 orang per kelompok) yang
heterogen
b.
Setiap kelompok (home teams) diberi materi pelajaran
tentang pecahan (Pecahan senilai, penjumlahan, pengurangan, penjumlahan dan
pengurangan)
c.
Setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu
bagian dari bahan materi pelajaran
tersebut.
d.
Para anggota dari berbagai kelompok (home teams) yang mempunyai tanggung jawab yang sama akan
berkumpul dalam satu kelompok pakar (expert group). Sehingga jumlah kelompok
pakar menjadi 4 kelompok yang berjumlah 5 orang.
e.
Guru membagikan kartu pecahan dan LKS kepada setiap
kelompok yang akan dibahas dan dikerjakan secara berkelompok.
f.
Guru memberitahu cara memainkan kartu pecahan dan cara
mengisi LKS.
g.
Menggunakan kartu pecahan dan LKS, seorang siswa
mencatat setiap langkah permainan.
h.
Menggunakan LKS, kelompok I akan menemukan pola yang
paling mudah untuk mengubah bentuk - bentuk pecahan senilai.
i.
Menggunakan LKS, kelompok II akan menemukan pola yang
paling mudah untuk menjumlah bentuk pecahan.
j.
Menggunakan LKS, kelompok III akan menemukan pola yang
paling mudah untuk mengurang pecahan.
k.
Menggunakan LKS, kelompok IV akan menemukan pola yang
paling mudah untuk mengurang dan penjumlahan pecahan.
l.
Setelah beberapa kali melakukan permainan (sesuai waktu
yang ditetapkan ± 30 menit)
m. Para
kelompok pakar (expert group) kembali ke kelompok semula (home teams) untuk mengajar
anggota yang lain. (± 30 menit)
n.
Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam home
teams, para siswa dievaluasi secara individual.
o.
Guru memberi soal latihan
3) Kegiatan Akhir
menyimpulkan hasil permainan Membuat rangkuman materi,melaksanakan evaluasi
/ penilaian.
c. Observasi dan Evaluasi
Obsevasi dilakukan pada pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar
observasi yang dibuat dan evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah
dilaksanakan.
d.
Refleksi
Menganalisis hasil kegiatan dengan melihat kemajuan
dan kelemahan dari tindakan yang dilaksanakan. Dari hasil itu guru akan
merefleksi diri apakah kegiatan yang telah dilakukan telah meningkatkan
kemampuan siswa memahami dan menguasai materi pecahan. Analisis data yang
dilakukan akan dipergunakan sebagai acuan untuk melaksanakan kegiatan siklus
berikutnya.
Pada tahap perencanaan ini peneliti mengembangkan rencana
tindakan secara kritis menjelaskan apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa dan
bagaimana tindakan dilaksanakan untuk meningkatkan apa yang telah terjadi.Pada
tahap kedua yaitu tahap pelaksanaan yang merupakan penerapan isi rancangan yang
berupa laporan penelitian yang sudah lengkap yang menggambarkan semua kegiatan
yang dilakukan. Pada tahap ketiga yaitu pengamatan yang dilakukan bersamaan
pada waktu pelaksanaan tindakan.Tahap keempat yaitu refleksi yaitu kegiatan
mengungkap kembali yang sudah dilakukan. Menurut Kunandar ( 2008 : 75 )
refleksi adalah “mengingat dan merenungkan kembali suatu tindakan persis seperti
yang tercatat dalam observasi dengan berusaha memahami proses, masalah, dan
kendala yang nyata terjadi dalam tindakan strategis”.
2. Setting Penelitian
|
Penelitian dilakukan pada siswa kelas V di SDN Jilatan,
Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Tanah Laut, tahun pelajaran 2009/2010 Jumlah siswa 20 orang yang terdiri dari 12
siswa perempuan dan 8 siswa laki-laki.
Adapun materi penelitian adalah pada pelajaran Matematika dengan Standar
Kompetensi 5. Menggunakan Pecahan dalam pemecahan Masalah kelas V semester 2.
.
3.
Faktor yang diteliti
Untuk mengatasi permasalahan diatas
ada beberapa faktor yang perlu diselidiki :
a. Faktor Siswa
Dilihat dari
siswa maka akan diamati tentang sejauh mana peran serta siswa dalam mengikuti
pembelajaran materi menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah dengan
menggunakan media domino pecahan.
b. Faktor guru
Bagaimana
kesiapan guru dalam mengelola kelas, mempersiapkan alat
Peraga , media, LKS, sumber belajar, penguasaan materi dan penguasaan kelas
serta menciptakan suasana kelas yang menyenangkan.
c.
Faktor Sumber belajar
Bagaimana kelengkapan dan ketepatan sumber, RPP, silabus,
program semester dan kurukulum.
4. Data dan Jenis Data
a. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah
siswa kelas V SDN Jilatan Kecamatan Batu
Ampar pada Semester II Tahun 2009/2010 yang berjumah 20 orang.
b. Jenis Data
Data diperoleh dalam penelitian
ini berupa data kuantitatif hasil belajar
siswa, dan data kualitatif berupa hasil observasi proses pembelajaran yang
dilaksanakan (aktivitas siswa dan guru) serta dari angket berupa respon siswa.
c. Cara Pengambilan data
1) Pengamatan proses
pembelajaran yang dilaksanakan berdasarkan RPP yang
dibuat.
2) Diambil dari hasil belajar
yang dilaksanakan setiap selesai siklus .
3) Penyebaran angket siswa.
d. Cara Analisis Data
Analisis data terhadap hasil penelitian
dijelaskan sebagai berikut:
a.
Analisis data hasil penelitian yang tergolong data kuantitatif berupa hasil
belajar dilakukan secara deskriptif (Arikunto, dkk., 2006). Analisis tersebut
dilakukan dengan menghitung ketuntasan
individual dan ketuntasan klasikal dengan rumus sebagai berikut:
Ketuntasan
individual =
x 100
%

Ketuntasan
klasikal =
x 100
%

Keterangan:
Ketuntasan
indiviual : Jika siswa mencapai ketuntasan
> 65
Ketuntasan
klasikal : Jika > 85% dari
seluruh siswa mencapai ketuntasan > 65
b.
Data kuantitatif yang diperoleh dari hasil selama proses pembelajaran
menggunakan kategori, yakni: baik (76-100%), sedang
(56-75%), kurang (40-55%), dan buruk (<40%) (Arikunto,1998).
c.
Analisis data hasil penelitian yang tergolong data kualitatif dilakukan
melalui tahapan reduksi data, pemaparan data, dan penyimpulan hasil analisis
(Suyanto, dkk., 2006).
5. Indikator Keberhasilan
Penelitian ini dikatakan berhasil apabila memenuhi
semua komponen indikator, baik indikator kuantitatif maupun indikator
kualitatif (Arikunto dkk., 2006). Kedua indikator di atas dilihat dari
pergeseran hasil siklus 1 ke siklus 2.
a.
Indikator kuantitatif terdiri atas:
1) Siswa
mencapai ketuntasan individual (skor ≥
65) dan ketuntasan klasikal jika ≥ 85 % dari seluruh siswa mencapai ketuntasan
individual (skor ≥ 65).
2) Hasil selama proses pembelajaran tergolong baik,
berdasarkan kategori Arikunto (1998).
b.
Indikator kualitatif adalah bilamana
siswa menjadi lebih aktif atau guru dapat mengurangi dominasi aktivitasnya.
Jadual Penelitian
Kegiatan
|
Minggu
|
KET.
|
|||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
||
Penyusunan proposal
|
x
|
x
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
Konsultasi (bila digunakan untuk
skripsi)
|
-
|
x
|
x
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
Penyusunan Desain PTK
|
-
|
-
|
x
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
Persiapan Tindakan
|
-
|
-
|
x
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
Pelaksanaan Tindakan
|
-
|
-
|
x
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
Siklus 1
|
|||||||||
Pelaksanaan Tindakan
|
-
|
-
|
-
|
x
|
x
|
-
|
-
|
-
|
|
Observasi/Evaluasi
|
-
|
-
|
-
|
x
|
x
|
-
|
-
|
-
|
|
Analisis / Refleksi
|
-
|
-
|
-
|
-
|
x
|
-
|
-
|
-
|
|
Siklus 2
|
|||||||||
Pelaksanaan Tindakan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
x
|
x
|
-
|
|
Observasi/Evaluasi
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
x
|
x
|
-
|
|
Analisis / Refleksi
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
x
|
-
|
|
Penyusunan laporan PTK
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
x
|
–
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
Arikunto,
Suharsimi. Suhardjono. Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Rineka Cipta.
Badan Standar Nasional Pendidikan , 2006. Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD/MI. Jakarta : BP. Dharma Bhakti.
Depdiknas.
2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Departemen
Pendidikan Nasional.
Depdiknas.
2004. Kurikulum. 2004. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kelas IV.
Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional
E. Mulyasa, Dr, M.Pd, 2005. Menjadi
Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung, : Rosda
Kunandar.
2008. Langkah Mudah Penelitian Tindakan
Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Pers
Yusri
Zani. 2009. Permainan Mencari Harta Karun, Sebuah Alternatif Model
Pembelajaran di Luar Kelas Sebagai Upaya Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas V SDN Antasan Besar 7 Banjarmasin. Banjarmasin.
Makalah
Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain, 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Udin S. Winataputra,dkk, 1997. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta : Universitas Terbuka
Lembar Pengamatan Siswa dalam Kegiatan
Pembelajaran
Nama sekolah : SD Negeri Jilatan
Tahun pelajaran : 2009/2010
Kelas / Semester : V / 2
Pokok Bahasan : Pengerjaan hitung pecahan
Siklus : 1
Klp.
|
Nama
siswa
|
Minat
|
Perhatian
|
Partisipasi
|
Keseriusan
|
||||||||||||
4
|
3
|
2
|
1
|
4
|
3
|
2
|
1
|
4
|
3
|
2
|
1
|
4
|
3
|
2
|
1
|
||
I
|
Khairil
|
||||||||||||||||
Firman F.
|
|||||||||||||||||
Firda
|
|||||||||||||||||
Ririn arianti
|
|||||||||||||||||
Mahrani
|
|||||||||||||||||
II
|
Ahmad Rizal
|
||||||||||||||||
Beny Anggara
|
|||||||||||||||||
Nanda Ayu Putri
|
|||||||||||||||||
Novita
|
|||||||||||||||||
Megawati
|
|||||||||||||||||
III
|
M. Zaini
|
||||||||||||||||
Febriliani
|
|||||||||||||||||
Yuda Setiawan
|
|||||||||||||||||
Nadila
|
|||||||||||||||||
M. Robiyani
|
|||||||||||||||||
IV
|
Singgih Permana
|
||||||||||||||||
St. Fatimah
|
|||||||||||||||||
Khairisyah Yuliani Firlia
|
|||||||||||||||||
Dony Nor Fahda
|
|||||||||||||||||
Abd. Azis
|
Keterangan :
Skor
|
Indikator
|
4
3
2
1
|
SB = Sangat
baik
B = Baik
C = Cukup
K = Kurang
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar